Selasa, 08 Januari 2019

PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEHUTANAN DI INDONESIA


Tugas Kebijakan dan Perundang-Undangan Kehutanan   Medan, Januari 2019
PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEHUTANAN DI INDONESIA
Dosen Pembimbing :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Disusun Oleh:
Hanna Tresia Silalahi
151201093
HUT 3D
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar  Belakang
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.8 Hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang (Puspitojati, 2011).
Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada dasar bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarkinya.  Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan dan disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).Materi muatan UUD 1945 meliputi jaminan hak asasi manusia bagi setiap warga negara, prinsip-prinsip dan dasar negara, tujuan negara dan sebagainya.
Peraturan hukum dalam pengertian tertib hukum merupakan kesatuan keseluruhan serta mempunyai susunan bertingkat atau berjenjang. Bahwa peraturan hukum yang banyak jumlahnya merupakan suatu sistem, karena peraturan hukum yang satu (lebih tinggi) merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan yang lain (yang lebih rendah). Demikian bertingkat-tingkat dan berjenjang-jenjang. Demikian menurut Hans Kelsen yang juga dikenal dengan Stufenbau des Recht. Agar peraturan hukum mempunyai dasar kekuatan mengikat, harus ada rujukan pembentukan peraturan hukum sampai pada tingkat paling tinggi, yaitu norma dasar. Tanpa adanya susunan bertingkat atau berjenjang, maka peraturan hukum tidak mengandung tertib hukum.
UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memberikan semangat baru dalam membentuk karakter para pembentuk peraturan perundang-undangan, karena memberikan arahan dan muatan yang seharusnya bagaimana peraturan hukum dibentuk. UU No. 10 Tahun 2004 juga tidak sempurna, karena kadang tidak konsisten sebagai suatu keharusan dalam bentuk peraturan hukum, maka digantikan dengan UU No. 12 Tahun 2011, yang dalam Pasal 7 ayat (1) tampil beda dengan mencantumkan kembali ketetapan MPR sebagai bagian dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

B.     Rumusan  Masalah
1.      Definisi atau pengertian Hierarki Perundang – undangan,
2.      Susunan Hierarki Perundang – undangan,

C.    Tujuan
1.      Agar mengetahui pengertian dari Hierarki Perundang – undangan ,
2.      Agar mengetahui susunan Hierarki Perundang – undangan ,

BAB  II
ISI
A.    Definisi  Hierarki  Perundang – Undangan
Hierarki peraturan perundang-undangan adalah urutan sistematis peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi hingga terandah. Peraturan yang lebih tinggi menjadi sumber dan dasar peraturan-peraturan dibawahnya. Setiap peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan, pengertian undang-undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden (Pasal 1 angka 3 UU 12/2011). Dalam teori hierarki, validasi suatu norma harus dapat dirujuk pada norma di atasnya, karena hierarki adalah sistem berjenjang atau bertingkat dari yang rendah sampai dengan yang tertinggi. Undang-undang (“UU”) adalah termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Selain UU, menurut ketentuan UU 12/2011, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi), dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga termasuk kategori peraturan perundang-undangan.
*               Pengertian Hierarki Peraturan Perundang – undangan adalah sebagai berikut:
1)   Setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum,
2)   Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status atau suatu tatanan,
3)   Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu,
4)   Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet in materiŃ‘le zin atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende voorschrift.

B. Susunan Hierarki Perundang-Undangan
Dalam sistem hierarki ini dikenal Stufen Theory yang secara sistematis mengurutkan peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi. Penerapan teori ini dalam Peraturan perundang-undangan Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Pancasila
Kedudukan Pancasila dalam hirarki ini berada di tingkat teratas. artinya, pancasila merupakan sumber dari segala peraturan hukum di Indonesia.

2.      UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah 4 kali diamandemen berada dibawah pancasila. Sebagai konstitusi negara, UUD '45 bersumber dari Pancasila dan bersifat umum.
UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. Pasal 33 ayat 4 menjelaskan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, wawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan dan kemajuan ekonomi nasional. Ayat tersebut mencantumkan “berwawasan lingkungan” yang berarti bahwa pembangunan nasional harus memerhatikan lingkungannya yang dalam hal ini merupakan hutan.
UUD 1945, merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 juli 1959. Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002).

3.      Ketetapan MPR RI
Ketetapan MPR XI tahun 2001 tentang berisi tentang pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam. Tap MPR  tersebut menjelaskan tentang prinsip dan arah dari ketetapan itu sendiri yang mempunyai tujuan memberikan nilai tambah dari sumberdaya alam tersebut dengan prinsip memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI dan masyarakat sejahtera dengna kualitas sumberdaya manusia yang meningkat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan melalui TAP MPR Nomor IX/2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA dan PSDA). Ketetapan ini merupakan hasil dari tuntutan rakyat dan kaum tani untuk mengembalikan prinsip kebijakan pengelolaan kekayaan agraria nasional kepada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA 1960) yang dipetimatikan selama rezim orde baru berkuasa. Hal ini juga yang mengakibatkan banyaknya UU dan peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan kekayaan agraria nasional bertentangan dengan UUPA 1960 yang mempunyai nafas kerakyatan dan keadilan sosial sebagai payung hukum pengelolaan kekayaan agraria nasional.

4.      Undang-undang
Undang-Undang merupakan aturan pelaksana undang-undang dasar masih bersifat umum akan tetapi sudah terkonsentrasi pada satu pokok pengaturan. aturan-aturan ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang Dasar. contoh: Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang  41 tahun 1999 tentang kehutanan, undang-undang 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, undang undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan undang undang 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang - undang kehutanan merupakan pokok perundangan-undangan untuk kehutanan sampai saat ini, namun apabila tanpa di tunjang dengan kebijakan yang lain UU tersebut kurang kokoh, dengan ditunjangnya melalui Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya hutan itu sendiri melainkan satwa dan tumbuhan langka serta ekositemnya dapat ternaungi payung hukum yang valid. Kemudian dengan adanya Undang Undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, hutan yang notabene merupakan lingkungan hidup mesti ada perlindungan dan pengelolaan agar dapat lestari dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup itu sendiri. Kesinambungan Undang Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dalam hal kehutanan dapat dilihat dari penataan ruang dan pola ruang yang diperuntukkan ruang hutan.

5.      Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Perpu yang tertera yaitu peraturan penambahan yang menambahan kan perizinan penambangan pada kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang tentang kehutanan pada Pasal 83A.
Dalam hal mendesak suatu Undang-Undang tidak diberlakukan atau dicabut dan belum ada penggantinya, diberlakukanlah Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk menghindari kekosongan hukum.
UU tidak boleh bertentangan dengan UUD '45, dalam hal ini dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi yang bertugas mengawal UUD '45.

6.      Peraturan pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) merupakan aturan pelaksana undang-undang, sifatnya teknis mengatur lebih rinci bagaimana undang-undang dilaksanakan. PP tidak boleh bertentangan dengan UU dan UUD '45.
Peraturan pemerintah yang terkait kehutanan yaitu PP 6/2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemamfaatan hutan pasal 84, 83 ayat 1. Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa setiap kegiatan yang melibatkan hutan dan pengelolaannya diharuskan terlebih dahulu melakukan penyusunan rencana tentang kegiatan tersebut. Kemudian pada PP 44 tahun 2004 pasal 4 menjelaskan bahwa pelaksanaan perencanaan hutan secara transparan, partisipatif, terpadu dengan mempertimbangkan segala aspek, dan memerhatikan kekhasan dan kearifan masyarakat sekitar. Lalu PP 24 tahun 2010 pada pasal 4 menerangkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang strategis yang tidak dapat dielakkan. Dari ketiga peraturan pemerintah tersebut terlihat sinergis dimana pemerintah dalam mengelola hutan terlebih dahulu melakukan penyusunan rencana tentang hal tersebut baik dalam kegiatan kehutanan ataupun diluarnya yang dilakukan dengan transparan dan partisipatif.
                       
7.      Peraturan Presiden ( Perpres )
Peraturan presiden dalam bidang kehutanan saat ini belum diketahui dengan pasti ada atau tidaknya peraturan tersebut.
7.1 Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017
         Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yaitu pada tanggal pada 11 September 2017. Dengan pertimbangan dalam rangka menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan, pemerintah memandang perlu dilakukan kebijakan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Ditegaskan dalam Perpres ini, Pemerintah melakukan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh Pihak. Kawasan hutan sebagaimana dimaksud merupakan kawasan hutan pada tahap penunjukan kawasan hutan, yang meliputi kawasan hutan dengan fungsi pokok: a. hutan konservasi; b. hutan lindung; dan c. hutan produksi.
          Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan, menurut Perpres ini, dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan. Pola penyelesaian sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, memperhitungkan: a. luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau, dan/atau provinsi; dan b. fungsi pokok kawasan hutan.
Pelasanaan Perpres ini tidak sejalan dengan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.44/MENHUT- II/2012 juncto, Peraturan Menteri Kehutanan No: P.62/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Tidak sinkron dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No:P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, Menghambat penerapan Peraturan MenteriLingkungan Hidup dan Kehutanan No:P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak dimana Perpres ini dikatakan telah membawa Indonesia kembali ke zaman Orde Baru.
       Disisi lain, Perpres tersebut secara tegas melindungi hutan konservasi. Terhadap hutan konservasi, apapun kondisinya, semua jenis penguasaan dan pemanfaatan tanah diselesaikan dengan pola resettlement (Pasal 9). Adapun dalam hutan lindung dan hutan produksi, pola penyelesaiannya ditentukan oleh jenis pemanfaatan, luas kawasan hutan lebih atau kurang 30%, serta lama penguasaan lahan lebih atau kurang dari 20 tahun. Apabila kurang dari 20 tahun, pola solusinya menggunakan perhutanan sosial.

7.2 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015
     Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditetapkan di Jakarta 21 Januari 2015 dan diundangkan di Jakarta 23 Januari 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. Berdasarkan Perpres tersebut struktur organisasi Kementerian LHK mencakup 18 Eselon I yang terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, 9 Direktorat Jenderal, 2 Badan dan 5 Staf Ahli.
          Pembentukan Peraturan Presiden ini berisi tentang Kementerian Kabinet Kerja periode tahun 2014-2019 dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan pelaksanaannya di lapangan.


8.      Peraturan daerah (Perda)
Perda provinsi lampung no 1 tahun 2010 tentang tentang rencana tata ruang wilayah provinsi lampung dan Perda provinsi lampung no. 3 tahun 2006 tentang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup lebih mengarah pada turunan pada tingkat Undang-undang, hanya saja pada peraturan daerah sendiri provinsi lampung sudah megaturnya secara otonom.
8.1 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003
         Peraturan ini dibentuk pada tanggal 28 Agustus 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2018. Dalam Perda No.7/2003 disebutkan luas kawasan hutan di Sumut hanya 3.679.338,48 hektar. Menurut Surat Keputusan (SK) Menhut No.44/2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatera Utara (Sumut) menyebut, luas kawasan hutan di provinsi ini mencapai 3.742.120 hektar. Hal ini dapat membuat kontroversi terkait perbedaan luas hutan menurut SK tersebut dengan luas hutan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Sumut.

8.2 Peraturan Daerah Sumatera Utara nomor 1 tahun 1990
         Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara menetapkan sebuah peraturan yang diharapkan dapat menyelamatkan dan melestarikan kawasan Danau Toba yakni Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba, antara lain ditetapkan larangan mendirikan bangunan dipinggir pantai sejauh 50 meter dari bibir pantai (air), dilarang mendirikan bangunan yang dapat menghambat pandangan kea rah pantai, untuk penegakannya di lapangan Pemerintah Daerah diharapkan membuat patok atau pilar batas 50 meter di wilayah pantai masing-masing.
           Sebagaimana disebutkan bahwa disaat sebelum dan Perdasu Nomor 1/1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba disosialisasikan dan dilaksanakan, kondisi realitas di kawasan Danau Toba sangat tidak mendukung. Untuk waktu yang cukup lama sekitar tahun 1988 hingga 1995, tanah timbul akibat surutnya Danau Toba dimanfaatkan masyarakat pemilik tanah berbatasan menjadi ladang dan sawah, ditanami hortikultura dan tanaman berbuah bahkan membangun rumah tempat tinggal, sementara di kawasan wisata seperti di Tuktuksiadong, Tomok, Ambarita, pantai yang kering ditimbun tanah dan batu untuk memperluas lokasi usahanya (hotel, taman dan dermaga.
          Perda Nomor 1/1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba telah 18 tahun tidak dijalankan, tanpa ada yang bertanggungjawab untuk menjalankannya walaupun lima tahun belakangan ini ada lembaga-lembaga yang dibentuk dalam rangka penanganan dan pelestariannya antara lain BKPEKDT, LTRM. Mati surinya Perda Nomor 1/1990 tersebut telah mengakibatkan kawasan Danau Toba danau terbesar kedua di dunia sesudah danau Victoria di Afrika ini menjadi tidak teratur dan tidak lagi memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.

9. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Aturan hukum produk daerah yang dibuat berdasarkan peraturan perundangan diatasnya (UU, PP) yang mengatur hal-hal teknis di daerah dan tidak diatur secara rinci pada peraturan perundangan atau PP.
9.1 Peraturan Kabupaten Karo nomor 27 tahun 2006
        Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Karo Nomor 27 tahun 2006 tentang izin penebangan kayu pada hutan dan penggunaan hasil hutan bukan kayu pada hutan negara. Di tengah gencarnya pemerintah mengkampanyekan pelestarian hutan untuk keberlangsungan kehidupan. Kasus penebangan pohon di hutan secara liar masih terjadi. Menyikapi kondisi tersebut, karang taruna dan warga setempat pun berinisiatif menghentikan terjadinya pembalakan liar (ilegal logging) dengan melaporkan kasusnya ke polisi.
        Masyarakat Karo menyadari hutan merupakan sumber daya alam yang potensial dan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan ekosistem dan dengan pengelolaan yang baik maka sumber daya alam yang dimaksud merupakan kekayaan yang memberikan manfaat untuk kemakmuran rakyat, dengan banyaknya pohon yang ditabangi maka hal tersebut akan berdampak terhadap mereka yang tinggal disekitar sana, seperti halnya banjur bandang yang pernah terjadi beberapa waktu lalu walaupun tidak memakan korban jiwa namun terjadi kerusakan besar di ladang mereka.

9.2 Peraturan Kabupaten Humbang Hasundutan nomor 3 tahun 2005
      Perda Humbang hasundutan nomor 3 tahun 2005 ini ditetapkan di Doloksanggul tanggal 1 November 2005 oleh Bupati Humbang, Maddin Sihombing, terdiri dari 24 pasal, berisi mengenai Pengusahaan Hutan dimana kayu pada hutan produksi, hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi dan hutan lindung serta kayu pada tanah milik dapat dimanfaatkan dan dipungut secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, sepanjang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengendalian, demi terciptanya tertib peungutan dan pengusahaan hutan di kabupaten Humbang Hasundutan sehingga areal bekas pemungutan dan pengusahaan, pemasaran dan penanaman kembali berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.

C.    Perundang – undangan  Kehutanan
Hierarki hukum kehutanan terdiri atas 3 kata yaitu :
Hierarki           : Tingkatan dari atas sampai bawah membentuk suatu kesatuan.
Hukum            : Ilmu pengetahuan, keputusan dalam membentuk perundanundangan.
Kehutanan       : Sistem kepengurusan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan secara terpadu.
Tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 4

BAB  III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.   Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada dasar bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarkinya.
2. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan bersifat umum-abstrak, tertulis, mengikat umum, dibentuk oleh oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan bersifat mengatur.
3. Peraturan perundangan-undangan adalah semua peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan. Sedangkan, undang-undang merupakan salah satu jenis dari peraturan perundang-undangan.

B.     Saran
              Saya menyarankan agar hukum di Indonesia yang sesuai dengan undang – undang harusnya di taati dan di patuhi oleh kalangan lapisan atas maupun bawah. Segala pedoman Negara Republik Indonesia mulai dari Pancasila, UUD 45, Perpu, PP, Pemda dll.







DAFTAR PUSTAKA
Aditya dan Winata. 2018. Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Pusat             Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan. 9(1): 79-100
Binbangkum. 2017. Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Karo No. 27 Tahun 2006. Diakses dari      https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/68628/perda-kab-karo-no-27-tahun-2006 [03 Januari             2019] [12.20 WIB]
G.B. Indrarto, C. Purba, B. Steni, D. Tresya, M. Dewantama, C. Hartati, I. Apriani, A. Putri. 2013.                 Potret Pelaksanaan Tata Kelola Hutan. ICEL-FWI-Huma-Sekata-Telapak.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan. 2010. Peraturan Daerah Kabupaten                      Humbang Hasundutan Tahun 2005. Diakses dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/78-                    peraturan-perundang-undangan/daftar-peraturan-daerah/1611-peraturan-daerah-kabupaten-      humbang-hasundutan-tahun-2005.html [03 Januari 2019] [12.51 WIB]
Puspitojati, T. 2011. Persoalan Definisi Hutan dan Hasil Hutan dalam Hubungannya dengan                         Pengembangan HHBK Melalui Hutan Tanaman. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. 8(3):210-227.
Yuliana, Amanda. 2014. Makalah Perundang-Undangan Kehutanan. http://amandanaturegreen.blogspot.com [03 Januari 2019] [12.52 WIB].