Tugas Kebijakan dan Perundang-Undangan Kehutanan Medan, Januari 2019
PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEHUTANAN DI INDONESIA
Dosen Pembimbing :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si
Disusun Oleh:
Hanna Tresia Silalahi
151201093
HUT 3D
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam
hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang
satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.8 Hutan, sebagai karunia dan amanah
Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia, merupakan
kekayaan yang dikuasai oleh negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat
manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal,
serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi
generasi sekarang maupun generasi mendatang (Puspitojati, 2011).
Hierarki
adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada
dasar bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bisa
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan
hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarkinya. Hierarki maksudnya peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi.
Undang-Undang Dasar 1945 ditetapkan
dan disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah
(DPD).Materi muatan UUD 1945 meliputi jaminan hak asasi manusia bagi setiap
warga negara, prinsip-prinsip dan dasar negara, tujuan negara dan sebagainya.
Peraturan hukum dalam pengertian
tertib hukum merupakan kesatuan keseluruhan serta mempunyai susunan bertingkat
atau berjenjang. Bahwa peraturan hukum yang banyak jumlahnya merupakan suatu
sistem, karena peraturan hukum yang satu (lebih tinggi) merupakan dasar
kekuatan mengikatnya peraturan yang lain (yang lebih rendah). Demikian
bertingkat-tingkat dan berjenjang-jenjang. Demikian menurut Hans Kelsen yang
juga dikenal dengan Stufenbau des Recht. Agar peraturan hukum mempunyai dasar
kekuatan mengikat, harus ada rujukan pembentukan peraturan hukum sampai pada
tingkat paling tinggi, yaitu norma dasar. Tanpa adanya susunan bertingkat atau
berjenjang, maka peraturan hukum tidak mengandung tertib hukum.
UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memberikan semangat baru dalam
membentuk karakter para pembentuk peraturan perundang-undangan, karena
memberikan arahan dan muatan yang seharusnya bagaimana peraturan hukum
dibentuk. UU No. 10 Tahun 2004 juga tidak sempurna, karena kadang tidak
konsisten sebagai suatu keharusan dalam bentuk peraturan hukum, maka digantikan
dengan UU No. 12 Tahun 2011, yang dalam Pasal 7 ayat (1) tampil beda dengan
mencantumkan kembali ketetapan MPR sebagai bagian dari jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi atau pengertian
Hierarki Perundang – undangan,
2. Susunan Hierarki Perundang
– undangan,
C. Tujuan
1. Agar mengetahui pengertian
dari Hierarki Perundang – undangan ,
2. Agar mengetahui susunan
Hierarki Perundang – undangan ,
BAB II
ISI
A. Definisi Hierarki
Perundang – Undangan
Hierarki peraturan perundang-undangan adalah urutan sistematis
peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi hingga terandah. Peraturan
yang lebih tinggi menjadi sumber dan dasar peraturan-peraturan dibawahnya.
Setiap peraturan tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Pengertian dari peraturan perundang-undangan diatur
dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (“UU 12/2011”) adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan. Sedangkan, pengertian undang-undang adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan
persetujuan bersama Presiden (Pasal 1
angka 3 UU 12/2011). Dalam teori hierarki, validasi suatu norma harus
dapat dirujuk pada norma di atasnya, karena hierarki adalah sistem berjenjang
atau bertingkat dari yang rendah sampai dengan yang tertinggi. Undang-undang
(“UU”) adalah termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Selain
UU, menurut ketentuan UU 12/2011, Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu),
Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah Provinsi (Perda Provinsi), dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga termasuk kategori peraturan
perundang-undangan.
![*](file:///C:\Users\asus\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
1) Setiap keputusan tertulis yang
dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang yang berisi aturan
tingkah laku yang bersifat atau mengikat
umum,
2) Merupakan aturan-aturan tingkah laku
yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, dan status
atau suatu tatanan,
3) Merupakan peraturan yang mempunyai
ciri-ciri umum-abstrak atau abstrak-umum, artinya tidak mengatur atau tidak
ditujukan pada obyek, peristiwa atau gejala konkret tertentu,
4) Dengan mengambil pemahaman dalam
kepustakaan Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut dengan wet
in materiёle zin atau sering juga disebut dengan algemeen verbindende
voorschrift.
B. Susunan Hierarki Perundang-Undangan
Dalam sistem hierarki ini dikenal Stufen Theory
yang secara sistematis mengurutkan peraturan perundang-undangan dari yang
tertinggi. Penerapan teori ini dalam Peraturan perundang-undangan Indonesia
adalah sebagai berikut:
1.
Pancasila
Kedudukan Pancasila dalam hirarki ini berada di tingkat
teratas. artinya, pancasila merupakan sumber dari segala peraturan hukum di
Indonesia.
2.
UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah
4 kali diamandemen berada dibawah pancasila. Sebagai konstitusi negara, UUD '45
bersumber dari Pancasila dan bersifat umum.
UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 33 ayat 4 menjelaskan bahwa perekonomian
nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan,
berkelanjutan, wawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan dan kemajuan ekonomi nasional. Ayat tersebut mencantumkan
“berwawasan lingkungan” yang berarti bahwa pembangunan nasional harus
memerhatikan lingkungannya yang dalam hal ini merupakan hutan.
UUD 1945, merupakan
hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 ditempatkan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia. Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekret Presiden pada
tanggal 5 Juli 1959 serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 juli 1959.
Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan
Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001,
2002).
3.
Ketetapan MPR RI
Ketetapan MPR XI tahun 2001 tentang berisi tentang
pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya alam. Tap MPR tersebut
menjelaskan tentang prinsip dan arah dari ketetapan itu sendiri yang mempunyai
tujuan memberikan nilai tambah dari sumberdaya alam tersebut dengan prinsip memelihara dan mempertahankan
keutuhan NKRI dan masyarakat sejahtera dengna kualitas sumberdaya manusia yang meningkat.
Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) mengeluarkan Ketetapan melalui TAP MPR Nomor IX/2001 Tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PA dan PSDA). Ketetapan ini
merupakan hasil dari tuntutan rakyat dan kaum tani untuk mengembalikan prinsip
kebijakan pengelolaan kekayaan agraria nasional kepada Undang-Undang Pokok
Agraria No. 5 Tahun 1960 (UUPA 1960) yang dipetimatikan selama rezim orde baru
berkuasa. Hal ini juga yang mengakibatkan banyaknya UU dan peraturan yang
berkaitan dengan pengelolaan kekayaan agraria nasional bertentangan dengan UUPA
1960 yang mempunyai nafas kerakyatan dan keadilan sosial sebagai payung hukum
pengelolaan kekayaan agraria nasional.
4.
Undang-undang
Undang-Undang merupakan aturan pelaksana undang-undang dasar
masih bersifat umum akan tetapi sudah terkonsentrasi pada satu pokok
pengaturan. aturan-aturan ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang
Dasar. contoh: Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang 41 tahun 1999 tentang kehutanan, undang-undang
5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,
undang undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, dan undang undang 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang - undang
kehutanan merupakan pokok perundangan-undangan untuk kehutanan sampai saat ini,
namun apabila tanpa di tunjang dengan kebijakan yang lain UU tersebut kurang
kokoh, dengan ditunjangnya melalui Undang-Undang 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya tidak hanya hutan itu sendiri melainkan
satwa dan tumbuhan langka serta ekositemnya dapat ternaungi payung hukum yang
valid. Kemudian dengan adanya Undang
Undang 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, hutan yang
notabene merupakan lingkungan hidup mesti ada perlindungan dan pengelolaan agar
dapat lestari dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup itu sendiri.
Kesinambungan Undang
Undang 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang dalam hal
kehutanan dapat dilihat dari penataan ruang dan pola ruang yang diperuntukkan
ruang hutan.
5.
Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu)
Perpu
yang tertera yaitu peraturan penambahan yang menambahan kan perizinan
penambangan pada kawasan hutan yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang tentang
kehutanan pada Pasal 83A.
Dalam hal mendesak suatu Undang-Undang tidak diberlakukan
atau dicabut dan belum ada penggantinya, diberlakukanlah Peraturan pemerintah
pengganti undang-undang (Perpu) untuk menghindari kekosongan hukum.
UU tidak boleh bertentangan dengan UUD '45, dalam hal ini
dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi yang bertugas mengawal UUD '45.
6.
Peraturan pemerintah
Peraturan Pemerintah (PP) merupakan aturan
pelaksana undang-undang, sifatnya teknis mengatur lebih rinci bagaimana
undang-undang dilaksanakan. PP tidak boleh bertentangan dengan UU dan UUD '45.
Peraturan pemerintah yang terkait kehutanan yaitu PP 6/2007 tentang tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemamfaatan hutan pasal 84, 83 ayat
1. Peraturan pemerintah ini menjelaskan
bahwa setiap kegiatan yang melibatkan hutan dan pengelolaannya diharuskan
terlebih dahulu melakukan penyusunan rencana tentang kegiatan tersebut. Kemudian pada
PP 44 tahun 2004 pasal 4 menjelaskan bahwa pelaksanaan perencanaan hutan secara
transparan, partisipatif, terpadu dengan mempertimbangkan segala aspek, dan
memerhatikan kekhasan dan kearifan masyarakat sekitar. Lalu PP 24 tahun 2010
pada pasal 4 menerangkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk kegiatan
yang strategis yang tidak dapat dielakkan. Dari ketiga peraturan pemerintah
tersebut terlihat sinergis dimana pemerintah dalam mengelola hutan terlebih
dahulu melakukan penyusunan rencana tentang hal tersebut baik dalam kegiatan
kehutanan ataupun diluarnya yang dilakukan dengan transparan dan partisipatif.
7.
Peraturan Presiden ( Perpres )
Peraturan presiden dalam bidang kehutanan saat ini belum
diketahui dengan pasti ada atau tidaknya peraturan tersebut.
7.1
Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan yaitu pada tanggal pada 11 September 2017. Dengan pertimbangan
dalam rangka menyelesaikan dan memberikan perlindungan hukum atas hak-hak
masyarakat dalam kawasan hutan yang menguasai tanah di kawasan hutan,
pemerintah memandang perlu dilakukan kebijakan penyelesaian penguasaan tanah
dalam kawasan hutan. Ditegaskan dalam Perpres ini, Pemerintah melakukan
penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai dan
dimanfaatkan oleh Pihak. Kawasan hutan sebagaimana dimaksud merupakan kawasan
hutan pada tahap penunjukan kawasan hutan, yang meliputi kawasan hutan dengan
fungsi pokok: a. hutan konservasi; b. hutan lindung; dan c. hutan produksi.
Pola penyelesaian untuk bidang tanah yang telah
dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum
bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai kawasan hutan, menurut Perpres ini,
dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam kawasan hutan melalui
perubahan batas kawasan hutan. Pola penyelesaian sebagaimana dimaksud, menurut
Perpres ini, memperhitungkan: a. luas kawasan hutan yang harus dipertahankan
minimal 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daerah aliran sungai, pulau,
dan/atau provinsi; dan b. fungsi pokok kawasan hutan.
Pelasanaan Perpres ini tidak sejalan dengan Peraturan
Menteri Kehutanan No: P.44/MENHUT- II/2012 juncto, Peraturan Menteri Kehutanan
No: P.62/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, Tidak sinkron
dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No:P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, Menghambat
penerapan Peraturan MenteriLingkungan Hidup dan Kehutanan
No:P.32/Menlhk-Setjen/2015 tentang Hutan Hak dimana Perpres ini dikatakan telah
membawa Indonesia kembali ke zaman Orde Baru.
Disisi lain, Perpres tersebut secara tegas melindungi hutan
konservasi. Terhadap hutan konservasi, apapun kondisinya, semua jenis penguasaan
dan pemanfaatan tanah diselesaikan dengan pola resettlement (Pasal 9). Adapun
dalam hutan lindung dan hutan produksi, pola penyelesaiannya ditentukan oleh
jenis pemanfaatan, luas kawasan hutan lebih atau kurang 30%, serta lama
penguasaan lahan lebih atau kurang dari 20 tahun. Apabila kurang dari 20 tahun,
pola solusinya menggunakan perhutanan sosial.
7.2
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015
Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 16 tahun
2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditetapkan di
Jakarta 21 Januari 2015 dan diundangkan di Jakarta 23 Januari 2015 oleh Menteri
Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly. Berdasarkan Perpres tersebut struktur
organisasi Kementerian LHK mencakup 18 Eselon I yang terdiri dari Sekretariat
Jenderal, Inspektorat Jenderal, 9 Direktorat Jenderal, 2 Badan dan 5 Staf Ahli.
Pembentukan Peraturan Presiden ini berisi tentang
Kementerian Kabinet Kerja periode tahun 2014-2019 dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian
Negara, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan; dan pelaksanaannya di lapangan.
8.
Peraturan daerah (Perda)
Perda provinsi lampung no 1 tahun 2010 tentang tentang
rencana tata ruang wilayah provinsi lampung dan Perda provinsi lampung no. 3 tahun 2006 tentang pengelolaan sumber daya
alam dan lingkungan hidup lebih mengarah pada turunan pada
tingkat Undang-undang, hanya saja pada peraturan daerah sendiri provinsi
lampung sudah megaturnya secara otonom.
8.1
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003
Peraturan ini dibentuk pada tanggal 28 Agustus 2003
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003 – 2018.
Dalam Perda No.7/2003 disebutkan luas kawasan hutan di Sumut hanya 3.679.338,48
hektar. Menurut Surat Keputusan (SK) Menhut No.44/2005 tentang penunjukan
kawasan hutan di Sumatera Utara (Sumut) menyebut, luas kawasan hutan di
provinsi ini mencapai 3.742.120 hektar. Hal ini dapat membuat kontroversi
terkait perbedaan luas hutan menurut SK tersebut dengan luas hutan dalam
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang dan
Wilayah (RTRW) Provinsi Sumut.
8.2
Peraturan Daerah Sumatera Utara nomor 1 tahun 1990
Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara menetapkan
sebuah peraturan yang diharapkan dapat menyelamatkan dan melestarikan kawasan
Danau Toba yakni Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1990 tentang Penataan Kawasan
Danau Toba, antara lain ditetapkan larangan mendirikan bangunan dipinggir
pantai sejauh 50 meter dari bibir pantai (air), dilarang mendirikan bangunan
yang dapat menghambat pandangan kea rah pantai, untuk penegakannya di lapangan
Pemerintah Daerah diharapkan membuat patok atau pilar batas 50 meter di wilayah
pantai masing-masing.
Sebagaimana disebutkan bahwa disaat sebelum
dan Perdasu Nomor 1/1990 tentang Penataan Kawasan Danau Toba disosialisasikan
dan dilaksanakan, kondisi realitas di kawasan Danau Toba sangat tidak
mendukung. Untuk waktu yang cukup lama sekitar tahun 1988 hingga 1995, tanah
timbul akibat surutnya Danau Toba dimanfaatkan masyarakat pemilik tanah
berbatasan menjadi ladang dan sawah, ditanami hortikultura dan tanaman berbuah
bahkan membangun rumah tempat tinggal, sementara di kawasan wisata seperti di
Tuktuksiadong, Tomok, Ambarita, pantai yang kering ditimbun tanah dan batu
untuk memperluas lokasi usahanya (hotel, taman dan dermaga.
Perda Nomor 1/1990 tentang Penataan Kawasan Danau
Toba telah 18 tahun tidak dijalankan, tanpa ada yang bertanggungjawab untuk
menjalankannya walaupun lima tahun belakangan ini ada lembaga-lembaga yang
dibentuk dalam rangka penanganan dan pelestariannya antara lain BKPEKDT, LTRM.
Mati surinya Perda Nomor 1/1990 tersebut telah mengakibatkan kawasan Danau Toba
danau terbesar kedua di dunia sesudah danau Victoria di Afrika ini menjadi
tidak teratur dan tidak lagi memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
9. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Aturan hukum produk daerah yang dibuat
berdasarkan peraturan perundangan diatasnya (UU, PP) yang mengatur hal-hal
teknis di daerah dan tidak diatur secara rinci pada peraturan perundangan atau
PP.
9.1
Peraturan Kabupaten Karo nomor 27 tahun 2006
Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Karo Nomor 27 tahun
2006 tentang izin penebangan kayu pada hutan dan penggunaan hasil hutan bukan
kayu pada hutan negara. Di tengah gencarnya pemerintah mengkampanyekan
pelestarian hutan untuk keberlangsungan kehidupan. Kasus penebangan pohon di
hutan secara liar masih terjadi. Menyikapi kondisi tersebut, karang taruna dan
warga setempat pun berinisiatif menghentikan terjadinya pembalakan liar (ilegal
logging) dengan melaporkan kasusnya ke polisi.
Masyarakat Karo menyadari hutan merupakan sumber daya alam
yang potensial dan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan ekosistem dan
dengan pengelolaan yang baik maka sumber daya alam yang dimaksud merupakan
kekayaan yang memberikan manfaat untuk kemakmuran rakyat, dengan banyaknya
pohon yang ditabangi maka hal tersebut akan berdampak terhadap mereka yang
tinggal disekitar sana, seperti halnya banjur bandang yang pernah terjadi
beberapa waktu lalu walaupun tidak memakan korban jiwa namun terjadi kerusakan
besar di ladang mereka.
9.2
Peraturan Kabupaten Humbang Hasundutan nomor 3 tahun 2005
Perda Humbang hasundutan nomor 3 tahun 2005 ini ditetapkan di
Doloksanggul tanggal 1 November 2005 oleh Bupati Humbang, Maddin Sihombing,
terdiri dari 24 pasal, berisi mengenai Pengusahaan Hutan dimana kayu pada hutan
produksi, hasil hutan bukan kayu pada hutan produksi dan hutan lindung serta
kayu pada tanah milik dapat dimanfaatkan dan dipungut secara optimal untuk
kesejahteraan masyarakat, sepanjang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengendalian, demi terciptanya
tertib peungutan dan pengusahaan hutan di kabupaten Humbang Hasundutan sehingga
areal bekas pemungutan dan pengusahaan, pemasaran dan penanaman kembali
berjalan secara berdaya guna dan berhasil guna.
C. Perundang –
undangan Kehutanan
Hierarki hukum kehutanan terdiri atas 3 kata yaitu :
Hierarki : Tingkatan dari atas sampai bawah membentuk suatu kesatuan.
Hukum : Ilmu pengetahuan, keputusan dalam membentuk perundan – undangan.
Kehutanan : Sistem kepengurusan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan secara
terpadu.
Tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hierarki adalah penjenjangan setiap jenis
peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada
dasar bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak bisa
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan
hukum peraturan perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarkinya.
2. Peraturan perundang-undangan merupakan peraturan bersifat
umum-abstrak, tertulis, mengikat umum, dibentuk oleh oleh lembaga atau pejabat
yang berwenang dan bersifat mengatur.
3. Peraturan perundangan-undangan adalah semua peraturan
tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang telah ditetapkan. Sedangkan, undang-undang merupakan salah satu jenis dari
peraturan perundang-undangan.
B. Saran
Saya
menyarankan agar hukum di Indonesia yang sesuai dengan undang – undang harusnya
di taati dan di patuhi oleh kalangan lapisan atas maupun bawah. Segala pedoman
Negara Republik Indonesia mulai dari Pancasila, UUD 45, Perpu, PP, Pemda dll.
DAFTAR PUSTAKA
Aditya dan Winata. 2018.
Rekonstruksi Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Pusat
Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan
Pengelolaan Perpustakaan. 9(1): 79-100
Binbangkum. 2017. Peraturan Daerah
(PERDA) Kabupaten Karo No. 27 Tahun 2006. Diakses dari https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/68628/perda-kab-karo-no-27-tahun-2006
[03 Januari 2019] [12.20 WIB]
G.B. Indrarto, C. Purba, B. Steni,
D. Tresya, M. Dewantama, C. Hartati, I. Apriani, A. Putri. 2013.
Potret Pelaksanaan Tata Kelola
Hutan. ICEL-FWI-Huma-Sekata-Telapak.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan. 2010. Peraturan Daerah Kabupaten
Humbang Hasundutan Tahun 2005.
Diakses dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/78-
peraturan-perundang-undangan/daftar-peraturan-daerah/1611-peraturan-daerah-kabupaten-
humbang-hasundutan-tahun-2005.html [03 Januari 2019] [12.51 WIB]
Puspitojati, T. 2011. Persoalan
Definisi Hutan dan Hasil Hutan dalam Hubungannya dengan
Pengembangan HHBK Melalui Hutan Tanaman. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan.
8(3):210-227.
Yuliana, Amanda. 2014. Makalah
Perundang-Undangan Kehutanan. http://amandanaturegreen.blogspot.com
[03 Januari 2019] [12.52 WIB].